Kamis, 29 Maret 2012

Psikologi Lintas Budaya dan Perilaku Sosial

A.     ATRIBUSI
Atribusi adalah kesimpulan yang dibuat oleh seseorang untuk menerangkan mengapa orang lain melakukan suatu perbuatan. Dapat pula dijelaskan sebagai prinsip orang membuat penilaian terhadap sebab-sebab peristiwa, perilaku orang lain, dan perilaku mereka sendiri. Penyebab yang dimaksud biasanya adalah disposisi pada orang yang bersangkutan. Dengan demikian teori-teori atribusi adalah usaha untuk menerangkan bagaimana suatu sebab menimbulkan perilaku tertentu. Atribusi penting untuk dipelajari dalam psikologi social karena hal ini dapat menerangkan pada kita bagaimana orang menjelaskan suatu perilaku. Dengan memperlajari atribusi, kita juga dapat melihat bias-bias yang terjadi ketika seseorang menjelaskan perilaku orang lain, kemudian, pada gilirannya, memperngaruhi perilaku mereka sendiri.

Sejauh ini di dalam psikologi social dikenal ada tiga teori dalam kaitannya dengan atribusi yaitu :
a. Theory of Correspondent Inferences
Dikembangkan oleh Edward James dan Keith Davis. Apabila perilaku berhubungan dengan sikap atau karakteristik personal berarti dengan melihat perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang tersebut. Hubungan yang demikian adalah hubungan yang dapat disimpulkan (correspondent inference). Ini berbeda dengan keadaan, dimana banyak orang melakukan hal yang sama. Misalnya, seorang yang menyampaikan rasa simpati terhadap suatu musibah belum bisa dikatakan sebagai orang yang simpatik, sebab sebagian orang memang melakukan hal yang serupa. Bagaimana mengetahui bahwa perilaku berhubungan dengan karakteristik atau sikap ? Ada beberapa cara untuk melihat ada atau tidak hubungan antara keduanya :
1.      Dengan melihat kewajaran perbuatan atau perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinginan masyarakat (social desirability), sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya itu cerminan dari karakternya. Sebaliknya, akan lebih mudah untuk menebak bahwa perilakunya merupakan cerminan dari karakter dia bila dia melakukan sesuatu yang kurang wajar. Contohnya : orang yang berjalan sesuai dengan jalur sulit untuk ditebak bahwa perilaku itu mencerminkan karakternya. Namun bila dijumpai ada seseorang yang berjalan menerabas, dapat disimpulkan bahwa perbuatan itu adalah cerminan dari karakternya, yaitu tidak patuh pada aturan.
2.      Pengamatan terhadap perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan. Pada situasi yang tidak memberikan alternatif lain, atau karena terpaksa, tidak mungkin bisa memprediksikan bahwa perilaku tersebut merupakan cerminan dari karakternya.
3.      Memberikan peran yang berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Misalnya: seorang juru tulis diminta untuk menjadi juru bayar. Dengan peran yang baru ini, akan tampak keasliannya, perilaku yang merupakan gambaran dari karakternya.



b. Model of Scientific Reasoner
Teori ini dikembangkan oleh Harold Kelly. Ia mengajukan konsep untuk memahami penyebab perilaku seseorang dengan memandang pengamat seperti ilmuwan, yang disebut sebagai ilmuwan naïf. Untuk sampai pada suatu kesimpulan atribusi seseorang, diperlukan tiga informasi penting :
1.       Distinctiveness
Konsep ini merujuk pada bagaimana seseorang berperilaku dalam kondisi yang berbeda-beda. Distinctiveness yang tinggi terjadi apabila orang yang bersangkutan mereaksi secara khusus atau berbeda pada suatu peristiwa. Misalnya : ia hanya tertawa ketika nonton film komedi X, namun ketika nonton film komedi lainnya ia tidak pernah tertawa. Sedangkan distinctiveness yang rendah terjadi apabila orang yang bersangkutan merespon/mereaksi secara sama terhadap stimulus yang berbeda. Misalnya : seseorang yang selalu tertawa bila melihat film komedi.
2.      Konsistensi
Konsep ini menunjuk pada pentingnya waktu sehubungan dengan suatu peristiwa. Konsistensinya dikatakan tinggi apabila orang yang bersangkutan mereaksi yang sama untuk stimulus yang sama, pada waktu yang berbeda. Misalnya : orang yang selalu tertawa bila melihat lelucon dari pelawak Tessy, baik dulu maupun sekarang, disebut memiliki konsistensi yang tinggi. Sedangkan bila orang tersebut hanya kadang-kadang saja tertawa terhadap lelucon Tessy, ia memiliki konsistensi yang rendah. Konsistensi dikatakan rendah jika orang yang bersangkutan merespon berbeda atau tidak sama terhadap stimulus yang sama pada waktu yang berbeda.
3.      Konsensus
Konsep tentang konsensus selalu melibatkan orang lain, sehubungan dengan stimulus yang sama. Apabila orang lain tidak bereaksi sama dengan seseorang berarti konsensusnya rendah, dan sebaliknya jika orang lain juga melakukan hal sama dengan dirinya berarti konsensusnya tinggi.

Dari ketiga informasi tersebut, dapat ditentukan atribusi pada seseorang. Menurut Kelly ada tiga, yaitu :
1.    Atribusi internal, yaitu perilaku seseorang merupakan gambaran dari karakternya apabila distinctiveness-nya rendah, konsensusnya rendah dan konsistensinya tinggi.
2.    Atribusi eksternal, dikatakan demikian apabila ditandai oleh distinctiveness-nya tinggi, konsensusnya tinggi dan konsistensinya juga tinggi.
3.    Atribusi internal-eksternal, hal ini ditandai oleh distinctiveness-nya tinggi, konsensusnya rendah dan konsistensinya juga tinggi.
c. Atribusi Keberhasilan dan Kegagalan
Dua teori atribusi di atas bisa diterapkan secara lebih umum daripada teori yang akan dibicarakan pada bagian ini. Weiner dan Weiner mengkhususkan diri berteori tentang atribusi dalam kaitannya dengan keberhasilan dan kegagalan.
Untuk menerangkan proses atribusi tentang keberhasilan atau kegagalan seseorang maka perlu memahami pusat ilmu psikologi dimensinya. Terdapat dua dimensi pokok memberi atribusi. Pertama, keberhasilan dan kegagalan memiliki penyebab internal dan eksternal (mirip konsep dari Kelley atau locus of control). Dimensi kedua, memandang dari segi stabilitas penyebab, stabil atau tidak stabil. Dari kedua dimensi tersebut, dapat dilihat ada empat kemungkinan :
Kestabilan
LOC
Tidak Stabil
(Temporer)
Stabil
(Permanen)
Internal
-          Usaha
-          Mood
-          Kelelahan
-          Bakat
-          Kecerdasan
-          Karakteristik Fisik
Eksternal
-          Nasib
-          Ketidaksengajaan
-          Kesempatan
-          Tingkat kesukaran
tugas
Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat dilakukan kategorisasi atau atribusi seseorang. Misalnya mahasiswa yang berhasil menempuh ujian akhir kemungkinan karena selama kuliah memang selalu mendapat nilai baik dan dia memiliki kesanggupan untuk berusaha, maka dia bisa disebut sebagai orang yang cerdas, berbakat atau berkemampuan tinggi. Orang yang demikian bisa diberi atribusi internal-stabil. Bisa juga bukan karena kemampuannya yang memadai, tetapi karena tugas yang dibebankan relatif mudah, berarti atribusinya eksternal-stabil. Contoh atribusi internal-tidak stabil adalah pada kasus orang yang memiliki bakat tetapi keberhasilannya tergantung pada besarnya usaha, sehingga kadang-kadang berhasil tetapi tidak jarang pula gagal. Atribusi eksternal-tidak stabil, contohnya adalah orang yang mendapat undian berhadaih.
Konsep atribusi ini tidak hanya terbatas untuk melihat keberhasilan, tetapi dengan analogi yang sama bisa juga untuk memberi atribusi kegagalan. Contohnya adalah orang pandai, yang biasanya sukses, suatu ketika mengalami kegagalan karena tugas yang dibebankan terlalu berat untuk ditanggung sendirian (eksternal-stabil).
Pada tahun 1982, Weiner memperluas model atribusinya dengan menambahkan satu dimensi lagi didalam dimensi penyebab internal-eksternal, yaitu dimensi dapat atau tidaknya penyebab itu terkontrol (controllable). Contohnya : untuk atribusi internal-stabil tak terkontrol adalah sukses karena bakat yang luar biasa sehingga jarang mengalami kegagalan.



Temuan-temuan lintas budaya tentang Atribusi

Penelitian lintas budaya tentang atribusi sangat penting, terutama untuk meningkatkan pemahaman kita mengenai interaksi intercultural. Ada banyak perilaku yang diatribusikan secara keliru mengenai beberapa perilaku orang akibat perilaku tersebut dipandang negataif. Dalam psikologi lintas budaya diketahui bahwa terdapat beberapa perilaku yang berakar pada dinamika kebudayaan yang memang mendorong dan melanggengkannya. Kita perlu mempertimbangkan faktor-faktor cultural dalam membuat atribusi atas perilaku orang lain maupun kita sendiri. Dengan begitu, kita telah mengambil satu langkah penting dalam memperbaiki pemahaman dan hubungan intercultural.
Dalam beberapa penelitian, ditemukan bahwa dalam memandang keberhasilan dan kegagalan, siswa-siswa di Hong Kong memandang keberhasilan pada sebab-sebab Internal seperti usaha, ketertarikan dan kemampuan sedangkan Siswa-siswa Amerika memandang keberhasilan pada sebab-sebab internal. Demikian pula halnya dengan wanita india dalam penelitian Moghaddam, Ditto, dan Taylor (1990), yang menunjukkan bahwa perempuan india yang bermigarasi ke Kanada lebih cenderung mengatribusikan kenerhasilan dan kegagalan pada sebab-sebab internal. Chritteden (1991) menunjukkan bahwa wanita Taiwan lebih banyak menggunakan atribusi eksternal dan self-effacing tentang diri mereka ketimbang wanita amerika. Sebelumnya, Bond, Leung, dan Wan (1982) menunjukkan bahwa siswa-siswa cina yang self-effacing lebih disukai oleh teman-teman sebaya mereka dari pada siswa yang kurang dalam gaya atribusi ini. Kashima dan Triandis (1986) manunjukkan bahwa orang jepang menggunakan gaya atribusi yang jauh lebih berorientasi-kelompok dan kolektif, dalam kaitannya dengan tugas-tugas perhatian dan daya ingat. Subjek-subjek jepang ini lebih sering mengatribusikan kegagalan pada dirinya sendiri, dan keberhasilan lebih pada hal di luar diri.
Orang dari kebudayaan yang berbeda memang punya gaya atribusional yang berbeda, dan perbedaan-perbadaan ini berakar jauh dalam latar belakang cultural dan pengasuhan. Ada cukup banyak penelitian yang mempertanyakan daya penerapan lintas budaya dari berbagai konsep popular tentang atribusi yang terbukti benar di Amerika. Bias menguntungkan diri, atribusi-atribusi defensive, dan kesalahan atribusi mendasar tidak muncul dalam cara yang sama, atau dengan makna yang sama, di budaya lain.
B.     Ketertarikan Interpersonal dan Cinta

Ketertarikan Interpersonal adalah derajat perasaan positif atau negative terhadap orang lain tetapi lebih  mengacu pada perasaan-perasaan positif terhadap orang lain dan merupakan salah satu dimensi penting psikologi social. Ahli-ahli psikologi menggunakan istilah ini untuk mencakup berbagai pengalaman, termasuk rasa menyukai, pertemanan, kekaguman, ketertarikan seksual, dan cinta (Dayakisni & Yuniardi, 2008; Matsumoto, 2008).
Terdapat tiga faktor kunci ketertarikan, yaitu Daya tarik fisik, Kedekatan, dan Kesamaan. Pertama Daya Tarik Fisik adalah kelebihan fisik (ukuran, bentuk, karakter wajah, dan sebagainya) yang dapat memancing penilaian favorit orang lain. Yang kedua, Kedekatan adalah faktor kunci ketertarikan yang melibatkan kedekatan geografis, tempat tinggal, dan bentuk-bentuk lain dari kedekatan fisik. Yang ketiga adalah Kesamaan yang dalam hal ini adalah kesamaan minat, nilai-nilai dan kepercayaan. Ketiga faktor tersebut dapat menjadi penentu terjadinya suatu ketertarikan social.
Matsumoto (2008) juga menulis bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa kedekatan berpengaruh terhadap ketertarikan. Selain kedekatan tempat tinggal, daya tarik fisik juga cukup berpengaruh dalam hubungan interpersonal meski tampaknya daya tarik ini lebih penting untuk perempuan daripada untuk laki-laki. Hipotesis kesetaraan (matching hypotesis) memprediksi  bahwa orang dengan ciri-ciri fisik yang kira-kira setara kemungkinan besar akan memilih untuk menjadi pasangan. Hipotesis kemiripan (similarity hypotesis) menyatakan bahwa orang yang hampir sama dalam usia, ras, agama, kelas sosial, pendidikan, kecerdasan, sikap, dan daya tarik fisik cenderung membentuk hubungan yang intim. Hipotesis keberbalasan (recipocity hypotesis) menyatakan bahwa orang yang akan cenderung balas menyukai orang lain yang menyukai mereka.

Cinta (Menyukai Vs Mencintai)

Zick Rubin (1970,1992) menemukan bahwa menyukai termasuk penilaian favorit terhadap orang lain, sebagai cerminan perasaan yang besar atas kekaguman dan kehormatan. Mencintai dalam temuannya tidak hanya sebatas menyukai, tetapi disusun atas :
-          Caring yaitu hasrat untuk menolong orang lain, terutama ketika pertolongan dibutuhkan
-          Attachment yaitu kebutuhan untuk bersama-sama dengan orang lain; dan
-          Intimacy yaitu suatu rasa empati dan kepercayaan yang datang dari komunikasi yang dekat dan kedekatan secara pribadi dengan orang lain.

Cinta romantis adalah perasaan intens dari ketertarikan kepada orang lain, dalam sebuah konteks erotis dan dengan harapan masa depan.

Triangular theory of love yang diajukan oleh Sternberg (2001) menyatakan bahwa cinta mempunyai tiga komponen dasar: (1)intimacy (keintiman), rasa kedekatan dan pertautan, Matsumoto (2008) menambahkan bahwa keintiman mengacu pada kehangatan, kedakatan, dan berbagai dalam sebuah hubungan; (2) passion(keinginan), rasa ingin bersatu dengan orang lain; dan (3)commitment (tanggung jawab), keputusan untuk memelihara hubungan dalam jangka waktu yang sangat lama, dan mengacu pada niat untuk mempertahankan hubungan meski dihadapkan pada berbagai kesulitan (Matsumoto, 2008).


Temuan-temuan Lintas budaya tentang Ketertarikan Interpersonal dan Cinta
Banyak informasi yang didapat dari penelitian-penelitian lintas budaya yang menyatakan bahwa konsep ketertarikan, cinta, dan keintiman berbeda pada tiap-tiap budaya. Perbandingan budaya-budaya dalam memandang cinta dapat menjadi pertimbangan. Di Amerika pada umumnya orang-orang merasakan bahwa cinta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan kadang-kadang merupakan unsur yang cukup bagi terbentuknya hubungan romantis jangka panjang dan perkawinan. Orang-orang Amerika cenderung akan menikah dengan orang-orang yang dicintainya (Dayakisni & Yuniardi, 2008).
Dalam budaya-budaya lain cinta mungkin tidak menjadi pertimbangan untuk hubungan jangka panjang dan perkawinan. Bahkan sesungguhnya, perkawinan yang disiapkan adalah hal yang umum terjadi di budaya-budaya lain, misalnya Jepang, Cina, dan India. Kadang-kadang perkawinan disiapkan oleh orang tua jauh sebelum usia dimana pasangan itu dipertimbangkan menikah. Cinta tidak menjadi pertimbangan bagi mereka, sebab adanya keyakinan bahwa cinta seharusnya tumbuh dalam hubungan perkawinan (Dayakisni & Yuniardi, 2008).

Pengaplikasian cinta tidak hanya sekedar dipengaruhi oleh fenomena biologis atau fenomena insting, konsep keluarga dan lain-lain, tetapi juga dipengaruhi oleh adat dan budaya yang berlaku.
Dalam budaya Barat, aplikasi cinta misalnya adalah sesuai kehendak pribadi, dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, termasuk keluarga sekalipun. Ini berbeda dengan beberapa budaya di Timur, yang sebagian masih ada campur tangan keluarga dalam pencarian jodoh misalnya. Keluarga sangat menentukan tentang siapa yang akan menjadi pasangan hidup anaknya kelak. Apakah, konsep budaya timur ini tidak akan menciptakan sebuah perkawaninan yang penuh cinta? Mungkin, jika ini ditanyakan kepada orang yang menentang perjodohan, akan menjawab, cinta abadi dalam keluarga perjodohan tidak akan tercipta.
Tetapi fakta berkata lain. Kelanggengan sebuah rumah tangga yang berdasar pada perjodohan, relatif bertahan lebih lama, jika dibandingkan dengan keluarga yang terbentuk bukan karena campur tangan keluarga. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya angka perceraian dimasa lalu khususnya di Indonesia, jika dibandingkan dengan beberapa tahun belakangan ini, dimana jarang sekali keluarga terbentuk dengan perjodohan.
Menurut pandangan neo-analis dan humanistic, daripada memilih pasangan hanya berdasarkan perasaan tertarik sesaat secara seksual sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dewasa, mungkin akan lebih baik menggunakan sebuah jasa perjodohan yang lebih tahu dan berpengalaman untuk memilih calon pasangan yang saling mencintai dan menghargai, penuh kedewasaan, dan cinta akan tumbuh karenanya. Jika ini terjadi, mungkin hasilnya akan menghasilkan perkawinan yang lebih baik dan cinta yang sehat dan utuh.
Perjodohan dalam budaya Barat adalah sebuah pelanggaran dalam hak asasi, dan terlalu mencampuri urusan pribadi (individual). Budaya di Timur yang menganut paham kolektif, ini adalah hal yang baik, karena konsep keluarganya berpaham kolektif. Jika terjadi permasalahan dalam sebuah keluarga, maka yang berusaha menjaga kelestarian perkawinan adalah seluruh keluarga besar. Karena, satu keluarga mengalami aib, maka itu adalah aib bagi seluruh keluarga dalam lingkungan yang kolektif (keluaga besar).
































DAFTAR PUSTAKA
Matsumoto, David. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Huffman, Karen, Mark Vernoy & Judith Vernoy. 2000. Psychology in Action.
New York: John Wiley & Sons, Inc.


http://kajianpsikologi.wordpress.com/2011/02/11/firo-a-three-dimensional-theory-of-interpersonal-relations/



Aliran-Aliran Psikologi


ALIRAN-ALIRAN PSIKOLOGI

1.       ALIRAN PSIKOANALISIS
A.      SIGMUND FREUD (1856-1939)
Menurut Freud, Mind pada dasarnya dibagi atas kesadaran (conscious) dan ketidaksadaran (unconscious) serta ada pula Prasadar (preunconscious). Manusia berperilaku karena insting seksual  (tidak sadar/unconcious) yang bersumber dari Pleasure atau libido.

kesadaran (conscious), Prasadar (preunconscious), dan ketidaksadaran (unconscious)
Dianalogikan sebagai “Gunung Es”. Unconscious merupakan bagian terpenting dari Mind yang paling sedikit dapat diakses dan merupakan tempat menentukan kekuatan kepribadian. Di sana memori yang telah di repress dari kehidupan awal, sumber kekuatan fisik, dan insting. Preunconscious merupakan jembatan yang memisahkan antara conscious dan unconscious. Di sana dimuat memori dan ide-ide yang dapat selalu siap di recall (ingat). Conscious sendiri hanya berisi sebagian kecil dari Mind, pikiran yang mana seseorang sadar atas setiap momen yang diberikan.

Struktur kepribadian menurut Freud :
-          ID, merupakan struktur kepribadian paling mendasar dari kepribadian. Merupakan bagian dari ketidaksadaran yang menuntut kepuasan untuk diwujudkan
-          EGO (asas kenyataan), merupakan pengembangan dari Id, dan mengontrol kesadaran . Ego menunjukkan aktivitas psikologis, serta mengontrol antara permintaan ID dan SUPEREGO.
-          SUPEREGO (asas moralitas), merupakan kesadaran tertinggi manusia yang terbagi kedalam dua subsistem yaitu Batiniah (conscience) yang terdiri atas hal yang salah dan hal yang tidak boleh dilakukan,  dan Ego-Ideal yang terdiri atas hal yang benar dan besar.

Tahapan perkembangan Psikoseksual :
-          Fase Oral ( 0 - 18 bulan ): Area pusat Kenikmatan Terletak di mulut
-          Fase Anal (18 bulan – 3.5 tahun) : Area pusat kenikmatan terletak di Anus
-          Fase Phalic ( 3 – 5 tahun) : Area pusat kenikmatan terletak pada alat kelamin (genital) serta berkembangnya Oedipus kompleks dan electra kompleks
-          Fase Laten (5/ 6 tahun – 12/13 tahun) : Mulai tertarik kepada lawan Jenis
-          Fase Genital ( masa Dewasa) : Menjalin hubungan cinta dan pernikahan hingga pada keintiman hubungan seksual.
B.      ALFRED ADLER (1870-1937)
Tidak setuju dengan teori Freud tentang perilaku yang didorong libido seksualitas. Adapun Adler memandang manusia lebih Positif dan sosialis. Bagi Adler, kesadaran merupakan aspek terpenting dari Mind (pikiran).

Beberapa Teori yang dikemukakan Adler:
1.       Inferioritas dan Kompensasi
Manusia berperilaku sebagai wujud kompensasi/pengganti atas kekurangan yang dimilikinya.
2.       Tuntutan Dinamis dan keunggulan (Dynamic strivings and superiority)
Setiap individu memiliki motivasi bawaan yang menggerakkan manusia untuk bertahan hidup dan mengembangkan diri.
3.       Minat Sosial
Manusia mempunyai 3 keterkaitan social, yaitu : pekerjaan, masyarakat dan cinta.
minat sosial potensial tidak dapat terlepas dengan mana seseorang dapat merespon situasi social

C.      CARL  JUNG (1875-1961)
Carl Jung juga mengemukakan teori kesadaran dan ketidaksadaran seperti Freud. Ia membagi Ketidak sadaran ke dalam dua bagian yaitu :
a.       Ketidaksadaran Personal (Personal unconscious),  paling dekat dengan kesadaran dan memuat memori atau ingatan yang direpres atau ditahan dan dilupakan dari awal kehidupan, seperti pengalaman pahit. Hal tersebut berbeda dan memiliki keunikan pada masing-masing individu tergantung pada pengalaman masa lalu yang dimiliki.
b.      Ketidaksadaran kolektif (collective unconscious), merupakan fondasi dasar seluruh  struktur kepribadian . Adapun ketidaksadaran kolektif menurut Jung diturunkan secara hereditas, dan sudah ada sebelum manusia diciptakan. Seperti rasa cinta kepada ibu, takut pada ular, dan mengenal  Tuhan.
Archetypes
1.       Persona, sebenarnya muncul dari ketidaksadaran untuk mengambil bentuk “topeng” dan menjadi kepribadian umum kita. Itu merupakan pengalaman dari tata cara social. Kadang-kadang, itu menjadi kepribadian yag kita “hidupkan” untuk mengesankan orang lain. Melalui usia yang sudah tidak terbilang, seseorang menggunakan topeng, berbicara psikologis, jadi archetype dari persona telah tersusun.
2.       Anima, adalah feminimitas pada pria dan maskulin pada wanita. Dalam hal ini semua orang adalah bisexual—memuat antara maskulin dan feminism. Melalui anima-animus kita mampu memahami perbedaan jenis kelamin. Sebagai seorang pria, kita memproses sebuah anima yang memampukan saya memahami istri dan perempuan lain lebih baik.
3.       Shadow, mewakili sisi gelap dari alam kita. Itu memuat insting-insting yang dapat membawa kita dari bentuk yang paling rendah.
4.       Self, adalah salah satu system penting dari kepribadian. Hal tersebut mewakili tuntutan manusia untuk persatuan dan keutuhan.



D.      KAREN HORNEY (1885-1952)
Salah satu karyanya yang paling penting adalah dasar kecemasan (basic anxiety). Hal tersebut tidak diturunkan, tetapi diproduksi oleh budaya yang dimiliki dengan pengasuhan. Dasar kecemasan adalah perasaan tidak berdaya dalam sebuah tantangan dunia. Rasa tidak berdaya dapat menjadi kondisi utama untuk berbagai kesulitan kepribadian.
Teori Horney yang paling terkenal adalah “Neurotic”. Ia menekankan adanya hubungan yang jelas antara neurosis dengan kehidupan sehari-hari yang dijalani penderita neurosis. Horney berpendapat bahwa sebenarnya neurosis adalah cara yang digunakan manusia untuk menjalani hubungan dengan manusia lainnya. Beberapa kebutuhan Neurosis adalah sebagai berikut :
1.       Neurosis membutuhkan kasih sayang dan pengakuan (dipuji dan dikagumi)
2.       Neurosis membutuhkan mitra (menyerah dan dilindungi)
3.       Neurosis butuh untuk membatasi kehidupan seseorang (kesopanan yang
Berlebihan dan isolasi)
4.       Neurosis membutuhkan Daya (membenci kelemahan dan memuliakan kekuatan)
5.       Neurosis membutuhkan eksploitasi atas orang lain (untuk Menang, untuk memperoleh keuntungan dari pihak lain)
6.       Neurosis membutuhkan kehormatan (menerima penghargaan publik)
7.       Neurosis membutuhkan kekaguman pribadi (tersanjung dan terpuji)
8.       Neurosis membutuhkan Ambisi dan pencapaian pribadi (Kekayaan dan ketenaran, terlepas dari konsekuensi)
9.       Neurosis membutuhkan swasembada dan kemandirian (mengatur seseorang terlepas dari orang lain)
10.   Neurosis membutuhkan kesempurnaan (menjadi sempurna dan peka terhadap kritik)

E.       ERIK ERIKSON (1902-1994)
Erik Erikson terkenal dengan teori tentang delapan tahap perkembangan pada manusia. Erikson menjadi terkenal karena upayanya dalam mengembangkan teori tentang tahap perkembangan manusia yang dirintis oleh Freud. Erikson menyatakan bahwa pertumbuhan manusia berjalan sesuai prinsip epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian manusia berjalan menurut delapan tahap.
1.       Masa Bayi : Tahap Oral-sensory
Persoalan utama ialah kepecayaan vs ketidakpercayaan. Sebagai contoh, Jika perawatan baik, melibatkan pemuasan atas rasa lapar dan memberikan kasih sayang, rasa percaya akan terbangun. Jika rasa lapar diabaikan atau jika ibu khawatir berlebihan akan mendatangkan ketidakpercayaan.
2.       Masa Tegap : Fase Anal (0—1 tahun)
Persoalan utama ialah otonomi vs rasa malu atau ragu. Sebagai contoh, Pada Fase ini anak dilatih untuk menahan atau mengeluarkan kotoran dasar dari tubuhnya. Jika latihannya sukses, maka anak akan mampu mengatur ataupun mengendalikan dirinya dan mampu bertindak atas dirinya sendiri. Apabila gagal, maka kegagalan dan hukuman akan menimbulkan rasa malu.
3.       Masa bergerak : Fase Genital (1—3 tahun)
Pada masa ini anak belajar membedakan antara dua jenis kelamin.  Persoalan utama ialah Inisiatif vs rasa bersalah. Dengan meningkatnya pergerakan, prestasi baru adalah mungkin, meningkatkan insiatif, diikuti oleh pernyataan puas atas prestasi.
4.       Fase Laten (6—10 tahun) 
Anak belajar untuk berusaha menjadi ahli dalam pelajaran sekolah. Persoalan utama ialah keja keras vs inferioritas. Kesuksesan seseorang dalam berusaha menghantarkannya pada rasa industry, sementara kegagalan di sekolah atau prestasi yang lain dan hubungan dengan teman menghantar pada inferioritas.
5.       Remaja (10—20 tahun)
Periode ini diawali dengan pubertas dengan ciri bangkitnya rangsangan seksual. Persoalan utama ialah identitas vs persoalan identitas, dan bertugas mengembangkan  rasa jati diri. Periode ini merupakan periode berkelompok atau “golongan” dibentuk, bagian pemenuhan kebutuhan identifikasi seseorang, dan jati diri dicapai dengan menetapkan peranan gender.
6.       Dewasa Awal (20-an—30-an tahun)
Merupakan periode setelah usia sekolah, dimana termasuk di dalamnya mendapatkan pekerjaan untuk menopang mata pencaharian seseorang dan mencari-cari pasangan hidup. Persoalan utama ialah keintiman vs  isolasi. Jika seseorang berhasil menemui pasangan, keintiman dengan lawan jenis dapat tercapai.
7.       Dewasa (40-an—50-an tahun)
Merupakan masa yang panjang, dimulai dari pertenghan 20 tahun hingga usia 65 tahun. Selama tahap ini, ketetapan karir dan mengembankan keturunan harus diperhatikan. Persoalan utama ialah pengembangan generasi vs stagnasi.
8.       Masa tua (60 tahun ke atas)
Persoalan utama ialah integritas vs putus asa. Kepuasan atas hidup akan menghasilkan integritas yang baik, sedangkan rasa takut akan kematian yang datang sebelum mencapai tujuan hidup akan menghasilkan keputusasaan.
F.       Erich Fromm (1900—1980)
Bagi Fromm, adalah totalitas dari keturunan dan memperoleh karakteristik. Dia membedakan temperamen dari karakteristik. Temperamen mengarah pada hal-hal yang diturunkan, konstitusional dan tidak dapat dirubah. Karakter dapat berkembang melalui pengaruh social.

Types
Type kepribadian muncul sebagai usaha manusia untuk untuk mengasimilisi karakternya sendiri dengan social, untuk menghubungkan dirinya dengan social.
a.       Receptive character, menuntut bahwa segala hal yang ada di luar dunia diterimanya. Untuk orang seperti ini, cinta berarti mencintai.
b.      Hoarding character, dunia luar menjadi ancaman.dia merasa aman ketika dijaga dan dilindungi.
c.       Exploitative character, memuaskan hasratnya kekuatan dan kelicikan. Ia sangat agresif terhadap orang lain.
d.      Marketing character, menganggap dirinya sebuah komoditi yang dapat dibeli dan dijual. Pandangan ini melihat sejauh mana dia dapat menjual dirinya kepada orang lain.

2.       ALIRAN BEHAVIORISTIK
A.      JOHN WATSON (1878-1958)
Dasar dan konsep utama aliran behaviorisme adalah menjauhkan diri dari pendekatan pendekatan introspeksi yang pada masa itu dianut para psikolog. Watson menempatkan psikologi sebagai ilmu alam yang harus memiliki standar ilmiah yang pasti melalui berbagai percobaan di laboratorium . tentu saja, segala sesuatu yang diteliti adalah hal yang nyata, bukan jiwa dalam arti metafisik, batin maupun kesadaran abstrak. Dengan kata lain, semua yang dikaji adalah tingkah pola yang konkret.
Beberapa pandangan Watson yang Utama ialah :
1.       Teori stimulus dan Respons (S-R) : stimulus adalah semua objek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respons adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, termasuk juga pengeluaran kelenjar. Respons ada yang Overt (Terlihat) dan Covert (tidak telihat), learned  (dipelajari) dan Unlearned (Tidak dipelajari).
2.       Penentu perilaku bukan unsure-unsur Keturunan atau Hereditas, tetapi unsur lingkungan dan faktor eksternal yang merangsang manusia untuk bertindak.
3.       Penjelasan terhadap mind dipandang tidak ilmiah atau terlampau spekulatif.
4.       Pendekatan Empiris harus diutamakan yang dicirikan oleh Pengamatan, Pengkondisian, pengujian dan laporan Lisan.
5.       Tidak setuju dengan Insting tetapi lebih menekankan pada Respon yang tidak dipelajari.
6.       Kebiasaan berperilaku ditentukan oleh kebutuhan, jika tidak dibutuhkan den terlalu sering dilakukan akan timbul rasa bosan dan kebiasaan tersebut akan hilang.
7.       Proses berpikir dan berbicara berjalan seirama
8.       Setiap perilaku dapat dikontrol karena ada hukum yang mengaturnya. Dengan memahami stimulus dan respons, perilaku tertentu dapat diprediksi secara ilmiah.
B.      B.F SKINNER (1904-1994)
Pandangan Skinner dipengaruhi secara langsung oleh pandangan Watson yang memahami hubungan stimulus dengan respons secara induktif melalui paham-paham deskripsionalitasnya. Skinner berpandangan bahwa manusia adalah mesin yang bertindak dengan cara yang teratur dan dapat diprediksi sebagai jawaban terhadap tekanan eksternal.
Beberapa teori yang dikemukakan oleh Skinner adalah :
1.       Operant dan Respondent behavior
Terdapat proses operant conditioning yang menentukan perilaku sebagai respondent behavior dan operant behavior dengan konsep utama bahwa Reinforcement mendahului UCR/CR, dan reinforcement terjadi setelah respons.
2.       Positive dan Negative Reinforcers
Perilaku yang Muncul diperkuat oleh adanya Positive reinforcers dimana perilaku dikuatkan karena adanya stimulus yang dibutuhkan dan sangat menyenagkan. Sebagai contoh, seorang anak meminta permen. Jika permen diberikan maka dia akan kembali mengulangi perilakunya yaitu meminta permen. Yang kedua ialah Negative Reinforces dimana perilaku dikuatkan jika stimulus dihilangkan atau penguatan tingkahlaku dengan menghindari bahaya. Sebagai contoh, kita menggunakan kaca mata hitam (kacamata matahari) untuk melindungi dari silau matahari.
3.       Extinction (Pemunahan)
Jika Reinforce (penguat) dihilangkan perilaku pun akan hilang atau yang disebut dengan extinction (Pemunahan)
4.       Penjadwalan Reinforcement
Peningkatan perilaku yang bervariasi ditunjang oleh keragaman penjadwalan Reinforcement. Jadwal penguatan dipelajari Skinner dengan interval dan rasio, yaitu Interval tetap, Interval berubah, rasio tetap dan rasio berubah.
5.       Diskriminasi
Jenis lain dari stimulus dalam mengontrol perilaku adalah Diskriminasi. Dalam experiment diskriminasi  sederhana terhadap merpati, burung tersebut mengais di piringan hitam (merpati dapat melihat warna). Ketika piringan hijau di berikan, tidak ada penguatan yang diberikan. Dengan kata lain formasi dari Diskriminasi adalah melibatkan antara pengkondisian dan pemunahan. Ketika piringan-piringan diberikan secara acak, piringan hitam selalu menguat sementara piringan hijau tidak pernah menguat. Karena fenomena generalisasi, di awal eksperimen , merpati dapat mengais dengan sama antara kedua piringan, tetapi diskriminasi dibentuk dia kurang mengais-ngais piringan hijau dan lebih sering mengais piringan merah.
6.       Secondary (Conditioned) Reinforcement)
Adanya secondary reinforcement, stimulus conditioning process dengan reinforces asli yang berdampak pada reinforcement tersebut.
7.       Aversive Conditioning
Melibatkan situasi yang tidak dikehendaki atau tidak menyenangkan dalam proses conditioning dengan pendekatan hukuman (punishment) dengan reaksi meloloskan diri dan menghindar organism.
C.      ALBERT BANDURA (1925-……)
Bandura memperkenalkan teori belajar social dalam pandangannya.  Bandura percaya bahwa sebagian besar perilaku kita diperoleh dari meniru apa yang orang lain lakukan. Ia juga percaya bahwa lingkungan lah yang membentuk kita. Belajar dengan mengamati (observational learning) tingkah laku orang lain dan akibat yang ditimbulkannya, akan memperkuat tingkah laku manusia.  Setiap orang yang dikenal akan menjadi panutan (model) dalam berperilaku. Kedudukan observational learning dengan pola modeling sangat penting dalam proses pembelajaran. Model-model yang diamati memberikan pengaruh yang signifikan dalam memprkuat tingkahlaku manusia.
3.       ALIRAN KOGNITIF
A.      JEAN PIGET (1896-1980)
Tahapan Perkembangan Kognitif
a.       Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Proses paling awal dalam hidup, anak belum memiliki konsep mengenai objek, tetapi selama dua tahun pertama hal tersebut mulai berkembang.konsep mengenai objek  dan tempat dihasilkan dari aktvitas penyesuaian dengan dunia. Melalui penyesuaian ini, anak mengakomodasikan dirinya kepada dunia. Anak merubah dirinya menyesuaikan dengan lingkungan.
b.      Tahap Preopersional (2-7 tahun)
Pada periode ini pemikiran logis relative mulai terorganisir. Anak pada fase ini sering bertentangan dengan dirinya sendiri tetapi tidak terganggu dengan pertentangan tersebut. Diikuti dengan perbedaan sudut pandang yang beragam dari anak ke anak.pada masa ini sifat Egosentrisme terbentuk di mana semua hal terpusat pada diri si anak. Kemampuan simbolis meningkat , apa yang dilihat dan dirasakan diungkapkan melalui symbol-simbol.
c.        Tahap operasional konkret (7-12 tahun)
Pada tahap ini, konsep nyata mengenai alam terbentuk. Anak dapat memahami secara detil mengenai atribut-atribut dari objek, dan objek yang sama dimasukkan kedalam lebih dari satu kelas.
d.      Tahap Operational Formal (12 tahun-dewasa awal)
Pada masa ini anak dapat menyetujui sesuatu yang abstrak menjadi lebih nyata dan pemikiran tentang sesuatu dapat terbentuk. Anak dapat memberi alasan tentang situasi yang nyata dan khayalan. Pada masa ini konsentrasi terhadap pemikiran merupakan karakter utama.

B.      NOAM CHOMSKY
Chomsky pada dasarnya menentang tiga aspek pendekatan Skinner : (1) Stimulus Control, (2) reinforcing system dan (3) response strength.
 Teori utama skinner adalah : Theory Of Grammar
Chomsky, memberikan kontribusi untuk psikologi kognitif melalui analisis tata bahasa (grammar). Bagi Chomsky, tata bahasa merupakan suatu kumpulan aturan yang memiliki dua fungsi.
(1). Membedakan antara kalimat yang tertata dari rantai kata yang tidak tertata
(2). Mengidentifikasi hubungan ketatabahasaan dalam berbagai macam kelimat.
Tata bahasa terdiri atas kumpulan aturan-aturan yang mengadakan kalimat besar  dengan jalan yang hampir sama seperti axioma di bidang geometri yang digunakan mngkonstruksikan dalil.


4.       ALIRAN HUMANISTIK
A.      CARL ROGERS (1902-1988)
Teorinya yang paling terkenal adalah teori aktualisasi diri. Teori aktualisasi dirinya bertitik tolak pada pandangannya tentang potensi diri. Setiap manusia memiliki potensi dalam jiwanya yang harus didorong keluar dan berbentuk proses aktualisasi diri yang potensinya keluar datang dari luar, seperti melalui proses pembelajaran, pendidikan, pembinaan dari orang tua. Hal ini karena potensi diri awalnya merupakan sesuatu yang sangat rahasia dan pribadi. Bagi Rogers, kehidupan setiap manusia membutuhkan konsep diri yang jelas, yaitu sebagai diri yang ideal, gambaran diri, dan harga diri.


B.      ABRAHAM MASLOW (1908-1970)
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1.       Kebutuhan fisiologis atau dasar
2.       Kebutuhan akan rasa aman
3.       Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4.       Kebutuhan untuk dihargai
5.       Kebutuhan untuk aktualisasi diri

KebutuhanAFisiologis
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks.
Kebutuhan-akan-Rasa-Aman
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan-akan-Rasa-Kasih-Sayang
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
Kebutuhan-akan-Harga-Diri
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
Kebutuhan-akan-Aktualisasi-Diri
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri


























DAFTAR  PUSTAKA
Lundin, Robert W. 1991. Theories and System Of Psychology.
Toronto: D.C. Health and Comp.

Rosleny, Marliany. 2010. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

www.wikipediacom


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost